Makassar, Marosnews.com – Anggota Komite IV DPD RI Ajiep Padindang menegaskan kepada seluruh kepala daerah, khususnya di Sulawesi Selatan, baik bupati, walikota dan juga gubernur untuk tidak terlalu banyak mengubah atau mengganti pejabat keuangannya.

Itu disampaikan Ajiep dihadapan Sekda Provinsi Sulsel Abdul Hayat Gani, Gubernur Sulawesi Tengah Rusdi Mastura, dan sejumlah Bupati Walikota se-Sulsel, saat menghadiri Sosialisasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), di Ruang Rapat Pimpinan Kantor Gubernur Sulsel, Selasa (28/6/2022).

Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Amir Uskara dan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI Astera Primanto Bhakti.

Menurut Ajiep, banyak menggonta-ganti pejabat keuangan akan membuat pengelolaan keuangan daerah menjadi tidak profesional. Apalagi, kata Ajiep, dalam UU HKPD ini juga diatur terkait hal tersebut.

“Yang saya garis bawahi di Undang-undang ini adalah jangan terlalu banyak mengubah pejabat keuangan, di ganti-ganti, karena akhirnya dia nanti tidak profesional mengelola itu (Keuangan daerah),” ucapnya.

Ajiep menjelaskan, dalam undang-undang HKPD ini diatur bahwa pejabat pengelola keuangan daerah nantinya akan disertifikasi. Sehingga, tidak mudah nanti diganti-ganti oleh bupati atau gubernur.

Terkait dengan Undang-undang HKPD tersebut, Ajiep menilai ada sesuatu yang fundamental yang perlu dipahamkan kepada daerah. Misalnya, berkait dengan Dana Alokasi Umum (DAU), berkait dengan Dana Alokasi Khusus (DAK), atau secara umum merupakan Dana Transfer Daerah yang banyak mengalami perubahan yang terjadi dalam undang-undang tersebut.

“Undang-undang ini perlu disosialisasikan sehingga pemerintah daerah lebih siap mengantisipasi disitu. Nah ini, memang yang menjadi tugas pemerintah pusat kementrian keuangan. Selain itu, pemerintah daerah juga harus membangun diri untuk melakukan perubahan diri,” tegasnya.

Ajiep juga menyampaikan dampak yang akan terjadi dengan hadirnya UU HKPD ini. Salah satu dampak yang paling mendasar adalah pemerintah pusat terlalu dominan sehingga membuat hampir ruang gerak pemerintah daerah menjadi sangat terbatas.

Namun disisi lain, kata Ajiep, Undang-undang ini memberikan peningkatan pendapatan bagi daerah khususnya bagi kabupaten kota dari segi pajak dan retribusi yang kewenangannya menjadi kewenangan pemerintah kabupaten kota, bukan lagi menjadi kewenangan provinsi.

“Dengan undang-undang ini semua diatur pusat. Tetapi disisi lain, berkait dengan pendapatan, ini justru meningkat pendapatan di daerah tapi yang meningkat itu malah di kabupaten kota. Jadi ada terjadi pergeseran peningkatan pendapatan dari segi pajak dan retribusi lebih banyak di kabupaten daripada provinsi, karena memang kewenangan sekarang banyak di kabupaten daripada di provinsi,” ungkapnya.