Marosnews.com – Keberadaan tenaga honorer di instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda) resmi dihapus. Pengapusan tenaga honorer ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Apraratur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) bernomor B/185/M.SM.02.03/2022.

Salah satu poin dalam SE tersebut adalah adanya larangan pengangkatan pegawai di luar status PNS dan PPPK. Selain itu, instansi diminta untuk menyelesaikan masalah pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tak lulus seleksi CPNS dan PPPK paling lambat 28 November 2023.

Bagaimana nasib honorer?

Tenaga honorer di instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah bisa diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS). Namun untuk pengangkatannya harus mengikuti seleksi dan sesuai persyaratan yang berlaku.

Adapun jika tenaga honorer tidak lolos atau tidak memenuhi persyaratan menjadi PPPK atau PNS, akan dilakukan pengangkatan pegawai melalui pola outsourcing (tenaga alih daya) sesuai kebutuhan Kementerian/Lembaga/Daerah (K/L/D).

Pengangkatan pegawai dilakukan sesuai kebutuhan dan diharapkan dilakukan dengan mempertimbangkan keuangan dan sesuai karakteristik Kementerian/Lembaga/Daerah (K/L/D).

“Jadi untuk PPK pada K/L/D tetap bisa mempekerjakan outsourcing sesuai kebutuhannya, bukan dihapus serta merta,” ujar Menpan-RB Tjahjo Kumolo dalam keterangan resminya, Jumat (3/6/2022).

Tjahjo menambahkan, instansi pemerintah yang membutuhkan tenaga lain seperti pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan pengamanan juga dapat dilakukan melalui tenaga alih daya (outsourcing) oleh pihak ketiga.

Tjahjo menerangkan bahwa penyelesaian pegawai non-ASN (non-PNS, non-PPPK, dan THK-II) merupakan amanat dari UU No 5/2014 tentang ASN. Hal ini juga sesuai Pasal 96 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) No. 49/2018 tentang Manajemen PPPK yang menyebutkan bahwa Pegawai non-ASN yang bertugas di instansi pemerintah dapat diangkat menjadi PPPK apabila memenuhi persyaratan.

Sementara itu, dalam rangka penataan ASN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, Menpan-RB meminta Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk melakukan pemetaan pegawai non-ASN di lingkungan instansi masing-masing.

Adapun menjadi tenaga alih daya (outsourcing) kata Tjahjo, sistem pengupahan tunduk kepada UU Ketenagakerjaan, di mana ada upah minimum regional/upah minimum provinsi (UMR/UMP).

“Kalau statusnya honorer tidak jelas standar pengupahan yang mereka peroleh,” bebernya.