MN, Maros – Dinas kebudayaan dan Pariwisata (Disbupar) Maros menggelar pameran bertajuk ‘Maros Tempo Doeloe’ selama dua hari, 14-15 November 2020, di Taman Wisata Alam Bantimurung.

Pelaksaaan pameran menghadirkan berbagai benda-benda pusaka kerajaan  zaman dahulu. Diantara benda pusaka tersebut, ada yang dibuat di kisaran tahun 1667 saat Perjanjian Bongaya.

“Jadi diantara benda pusaka yang dipamerkan ada yang dibuat di kisaran tahun 1667 saat Perjanjian Bongaya”, kata Pembina Adat Jariminassa, Patahuddin Karaeng Lallo, kepada Marosnews.com, Minggu (15/11/2020).

Mengenai benda pusaka yang dipamerkan, Patahuddin mengemukakan sebagian besar merupakan peninggalan Kerajaan Tanralili. Bahkan menurutnya diantara benda pusaka tersebut ada yang sangat sakral. Apabila menyentuh darah atau diuji cobakan pada ayam maka hatinya akan hilang.

“Benda pusaka yang dipamerkan itu benar-benar asli, dan menjadi buruan para kolektor. Soal keaslian, itu bisa dibuktikan! kalau di tes sama ayam, maka hatinya akan hilang”, katanya.

Foto Patahuddin Karaeng Lallo saat memperlihatkan salah satu benda pusaka

Selain benda pusaka, pelaksanaan pameran juga menghadirkan benda-benda purbakala peninggalan manusia prasejarah. Seperti replika kerangka manusia, kapak batu, liontin hingga alat berburu maros point (mata panah).

Sekedar diketahui, khusus maros point ditemukan di banyak tempat di kawasan karts Maros. Usia maros point ini diperkirakan antara 7.000 hingga 3.500 tahun. Manusia pendukung kebudayaan ini dinamakan Toalian atau Toala. Mereka merupakan masyarakat yang belum sepenuhnya diketahui asal usulnya. Namun para peneliti sepakat, mereka adalah Homo sapiens modern, leluhur manusia modern sekarang (Mongabay.co.id).

Foto replika kerangka manusia

Kepala Bidang Kebudayaan Disbuppar Maros, Rosmiati mengatakan, sumber anggaran kegiatan itu dari Dana Alokasi Khusus (DAK) non fisik tahun 2020. Dimana kegiatan ini bertujuan untuk menarik minat wisata sekaligus edukasi kebudayaan.

“Kegiatan ini kita namakan pamera temporer tempo dulu. Jadi pengunjung yang masuk ke Bantimurung ini tidak hanya menikmati alam saja, tapi juga seperti masuk museum,” ujar Rosmiati.

Selain pameran, juga digelar lomba menabuh gendang tradisional dari beberapa sanggar seni yang ada di Maros. Lomba gendang ini ditampilkan untuk menghibur para pengunjung wisata alam Bantimurung. (BR)