Terdapat tiga komponen defenisi ATS usia 7-18 tahun yakni, anak yang tidak pernah bersekolah, putus sekolah tanpa menyelesaikan jenjang pendidikannya (putus sekolah di jenjang SD, SMP atau SMA-Sederajat), dan telah menyelesaikan satu jenjang pendidikan tapi tidak melanjutkan transisi ke janjang selanjutnya.
Menurut Sulaeman, penting untuk segera medata ATS agar pemerintah dapat mengintervensi penangan yang dilakukan demi terpenuhinya wajib belajar 12 tahun di Kabupaten Maros.
Sulaeman menjelaskan terdapat delapan langkah untuk mencapai gerakan moral dan komitmen Pemkab Maros dalam pencapaian wajib belajar 12 tahun.
Yang pertama adalah penyamaan persepsi dan analisis issu ATS, kedua Pembentukan Tim Kabupaten/Desa. Ketiga Pendataan atau analisa sumber data, keempat advokasi rekonfirmasi dan perencanaan berbasis data di Desa, kelima Pendampingan ke Desa. Keenam, Pengembalian anak ke Sekolah, ketujuh advokasi dan kedelapan launching sebagai gerakan moral dan komitmen.
Namun, sejak diluncurkan aplikasi ini hingga kini Pemkab Maros belum melengkapi pendataan atau analisa sumber data.
”Untuk saat ini kita baru sampai ke langkah ke-2. Sejauh ini, belum ada data yang terkumpul,” ungkapnya.
Implementasi aplikasi Pasti Beraksi di Kabupaten Maros baru mencakup empat desa yang menjadi pilot project yakni Desa Timbusseng Kecamatan Camba, Desa Kurusumange Kecamatan Tanralili, Desa Baruga Kecamatan Bantimurung dan Desa Botosomba Kecamatan Tompobulu. (***)