MN, Maros – Mekanisme penanganan pelanggaran administrasi Pilkada serentak tahun 2020 berbeda dengan Pemilu 2019.
Hal tersebut disampaikan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Abhan, dalam Rapat Koordinasi Penanganan Pelanggaran Administrasi dan Penyelesaian Sengketa Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Maros tahun 2020, di Grand Mall Maros, Rabu (16/09/2020)
Menurut Abhan, penanganan pelanggaran administrasi pada Pemilu 2019 lalu dilakukan melalui mekanisme adjudikasi dan melahirkan produk putusan. Sedangkan dalam Pilkada serentak tahun ini, penanganan pelanggaran yang dilaporkan ke Bawaslu outputnya berupa rekomendasi ke KPU atau peserta pemilihan untuk ditindaklanjuti.
Lebih lanjut kata Abhan, dasar hukum penanganan pelanggaran administrasi Pemilu mengacu pada undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, sedangkan untuk Pilkada berdasar pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016.
“Kalau di Undang-Undang Pemilu semua produknya adalah putusan lewat ajudikasi. Sementara untuk pelanggaran administrasi Pilkada serentak dilakukan melalui mekanisme klarifikasi dan kajian, yang outputnya adalah rekomendasi,” ujar Abhan.
Lebih lanjut, Abhan menerangkan, Bawaslu adalah lembaga yang secara absolut berwenang menangani dan menilai ada tidaknya pelanggaran.
“Terkait fungsi penangan pelanggaran Bawaslu punya kewenangan dalam dua hal, yakni pelanggaran yang sifatnya administratif dan pidana. Untuk penanganan pelanggaran administratif outputnya berupa rekomendasi ke KPU maupun peserta, dan hukumnya wajib ditindaklanjuti meskipun bukan putusan,” tegasnya. (BWS)