Turikale, Marosnews.com – Sebagai bentuk komitmen dalam upaya mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, khususnya di bidang Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maros jalin kerjasama dengan Indonesian Corruption Watch (ICW).
Bupati Maros H.A.S. Chaidir Syam mengatakan sengaja menggandeng ICW sebagai lembaga yang konsen dengan isu korupsi di Indonesia untuk mencegah perilaku koruptif di pemerintahannya.
“Dengan adanya kerjasama dengan ICW, kami Pemerintah Daerah pastinya akan sangat terbantu. Ini juga sebagai wujud komitmen pemerintahan kami dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi,” ujar Bupati Chaidir.
Mantan Ketua DPRD Maros itu menambahkan, dengan adanya kerjasama (penandatanganan MoU) dengan ICW, pihaknya bisa melakukan pengawasan, pemetaan hingga penentuan strategis dalam mencegah korupsi di Bidang Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) yang dirasakan masih sangat rawan.
“Kita akui memang bidang PBJ ini masih rawan. Olehnya ke depan kita sangat berharap pengawasan bisa lebih ketat. Termasuk pemetaan hingga mitigasi di pelaksanaannya,” pungkasnya.
Sementara koordinator ICW, Adnan Topan Husodo mengatakan, penandatanganan MoU dengan Pemkab Maros ini merupakan yang pertama di Indonesia. Hal ini pun diapresiasi oleh ICW sebagai langkah maju Pemkab Maros dalam pencegahan korupsi.
“MoU ini yang pertama di Indonesia. Ini (Pemkab Maros) yang satu-satunya terbuka dengan kolaborasi. Kita sudah mencoba mendekati menawarkan ke pemda lain tapi yang mau hanya Maros,” kata Adnan, Senin (06/06/2022) kemarin.
Memorandum of Understanding (MoU) ini disebut oleh ICW untuk memperkuat kapasitas inspektorat di Maros, dengan penggunaan sebuah aplikasi yang dibangun oleh ICW untuk mendeteksi potensi korupsi di PBJ.
Aplikasi yang dinamakan opentender.map itu akan digunakan oleh inspektorat guna mempermudah fungsi pengawasan, termasuk pemetaan titik rawan korupsi di sektor PBJ. Selanjutnya, akan memudah inspektorat dalam strategi mitigasinya.
“Potensi kerugian negara juga pasti akan dapat diminimalisir dengan tools ini. Karena akan mempermudah pengawasan dan pemetaan serta mitigasi korupsi di PBJ,” sebutnya.
Aplikasi itu, kata Topan, memang masih digunakan khusus untuk PBJ dan belum dikembangkan ke sektor lain seperti di perizinan. Meskipun, disektor lain juga sama rawannya dengan perilaku koruptif.
“Kasus korupsi secara nasional ini memang masih didominasi oleh PBJ sekitar 60 sampai 70 persen. Jadi masih sangat dominan itu diluar suap, tapi itupun masih berkenaan dengan PBJ ini,” terangnya.
Titik rawan korupsi di bidang PBJ, kata dia, dimulai dari level perencanaan hingga di tahap evaluasi. Bahkan pada tahap penyerahan juga banyak masalah, seperti tidak adanya pemeriksaan barang dan sanksi wanprestasi bagi yang menjalankan kontrak.
“Ini yang membuat juga pihak kontraktor merasa tidak ada masalah kalaupun pekerjaannya tidak baik. Kalau vendornya bermasalah harus masuk ke daftar hitam biar tidak bisa ikut lagi,” sebutnya.