Sedangkan dalam putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang pada pokok permohonannya sama dengan 3 pokok permohonan pemohon yaitu objek permohonan pada Pasal 169 huruf (q) UU Pemilu yang berbunyi: “Persyaratan menjadi Capres dan Cawapres adalah: … q. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun,”. Dinyatakan mengabulkan permohonan untuk sebgaian, sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.

Sedangkan yang ditolak pada sidang sebelumnya, dalam pertimbangan hakim pada Putusan Nomor 51/PUU-XXI/2023, yang menyebutkan bahwa pokok permohonan pasal 169 huruf q ditambahkan frasa alternatif yaitu atau pernah menjabat sebagai penyelenggara negara yang dimana tidak jauh berbeda dengan putusan yang dikabulkan.

2. Adanya Conflict Interest Dalam Mahkamah Konstitusi

Dijelaskan Ilham bahwa dalam Putusan Nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, 55/PUU-XXI/2023, Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi mundur dalam persidangan, dengan alasan bahwa menyadari adanya konflik kepentingan dengan relasi ‘kekeluargan’.

Sedangkan dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi hadir Kembali sehingga putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 berbeda dengan putusan sebelumnya yang dimana pada Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak menghilangkan relasi kepentingan kekeluargaan.

3. Open Legal Policy Dalam Mahkamah Konstitusi Tidak Netral

Terkait hal ini, Ilham menjelaskan bahwa putusan sidang Nomor 90/PUU-XXI/2023 merupakan repsentasi dari pemegang kekuasaan, dimana Ketua MK adalah paman dari Gibran, sementara pemohon merupakan penggemar dari Gibran dan dari pihak pemerintahan adalah ayah dari Gibran. Maka dalam penjabarannya kata dia, secara politik hukum dapat mempengaruhi hukum itu sendiri.

Dijelaskan bahwa dalam bentuk kebijakan hukum terbuka (open legal policy) pembentuk undang-undang memang adakalanya perlu dan bahkan harus dibatasi dalam rangka mewujudkan dan menjamin keberlangsungan prinsip supremasi konstitusi (supremacy of the Constitution).

Kewenangan pengaturan pembatasan usia untuk menjabat Presiden maupun Wakil Presiden atau penambahan frasa ‘atau berpengalaman sebagai kepala daerah’ (dalam petitum) tidak diatur dalam konstitusi dan karenanya merupakan kebijakan hukum yang terbuka pada pembentuk undang-undang (opened legal policy).