“Kecepatan kendaraan bermotor memiliki peran besar dalam efek yang terjadi apabila terjadi tabrakan, jika ada tabrakan dengan kecepatan 50 km/jam ada kemungkinan 70% pejalan kaki akan mati. Tapi jika kecepatan tumbukan dikurangi menjadi 30 km/jam kemungkinan kematian berkurang menjadi 10%,” papar Ervan.
Olehnya itu kata Ervan, pembatasan kecepatan kendaraan penting dilakukan di wilayah pemukiman yang sangat rentan dengan bercampurnya kendaraan bermotor dengan non-bermotor dan pejalan kaki.
Lanjut dia menjelaskan, jika mengacu pada pasal 21 ayat 3 UU LLAJ No. 22 tahun 2009, bahwa atas pertimbangan keselamatan atau pertimbangan khusus lainnya, Pemerintah Daerah (Pemda) dapat menetapkan batas kecepatan paling tinggi yang harus dinyatakan dengan rambu lalu lintas.
“Kondisi Maros hari ini sangat minim dengan rambu lalu lintas. Yang dimana hal ini sangat penting untuk memberikan informasi dan petunjuk bagi pengguna jalan. Dan Juga Masyarakat dapat menjadikan acuan dasar untuk menegur pengendara yang tidak tertib dalam berlalu lintas,” urainya.
Selain itu, Ervan juga menyebut tindakan Dinas Bidang Perhubungan yang baru-baru ini melakukan pembatasan waktu aktifitas truk bukanlah suatu solusi yang tepat dalam meminimalisir kemungkinan kecelakaan. Karena yang menjadi suatu masalah dalam kecelakaan lalu lintas adalah faktor kecepatan tinggi truk yang lalu lalang di daerah pemukiman.
“Kami meminta agar Dinas terkait mengevaluasi dan melakukan pengkajian yang matang dalam menentukan kebijakan yang tepat dalam menjamin kenyamanan dan keselamatan kendaraan bermotor,” sebut Ervan.
Ervan juga mengatensi Kasat Lantas Polres Maros agar memeriksa Surat Izin Mengemudi (SIM) seluruh pengemudi truk yang mengangkut material tambang, dan memberi edukasi tentang lalu lintas angkutan jalan.