Cenrana, Marosnews.com – Dugaan pungutan liar (pungli) terjadi di SD Negeri 58 Kappang, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros. Hal ini berdasarkan keterangan orang tua siswa kepada marosnews.com baru-baru ini.

Sejumlah wali murid yang namanya enggan dimediakan mengatakan pihak sekolah melakukan pemungutan terhadap siswa yang ikut berkemah sebesar Rp 200 ribu dan 3 liter beras. Sementara mereka yang tidak ikut berkemah diminta membayar Rp 150 ribu dan 3 liter beras.

Dikonfirmasi terkait hal itu, Kepala SD Negeri 58 Kappang, H. Hatta membantah adanya pungli yang dilakukan pihak sekolah. “Itu tidak benar, yang ada adalah partisipasi orang tua atau anggota komite. Ini kesepakatan waktu rapat komite,” katanya

Sementara Ketua komite Muhammad Haris mengatakan hal tersebut bersifat sukarela, dikarenakan tidak ada dana untuk kegiatan di luar sekolah. “Ini bersifat sukarela, karena sekolah tidak punya dana untuk kegiatan di luar sekolah. Jadi yg kasi info tentang ini termasuk orang jujur, karena tidak mungkin dilakukan pungli di sekolah,” ungkapnya, Kamis (09/08/2023).

Sementara hasil penelusuran ke orang tua siswa, pungutan yang serupa di SD Negeri Kappang itu, juga terjadi di SDN 157 Nahung dan SD Parigi.

Terpisah, Pemerhati Perempuan dan Anak, Nirwana, saat dikonfirmasi terkait hal itu mengatakan sesuai Pasal 1 ayat (5) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah, sumbangan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orang tua/walinya, baik perorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan.

Sebaliknya kata dia melanjutkan, pungutan sesuai dengan Pasal 1 ayat (4) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah menjelaskan bahwa pungutan adalah penarikan uang oleh sekolah kepada peserta didik, orang tua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan.

Sementara untuk bantuan, disebutkan Nirwana sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah, menyebutkan bahwa bantuan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang tua/walinya, dengan syarat yang disepakati para pihak.

“Jadi, perbedaan sumbangan, pungutan dan bantuan cukup jelas dan tegas. Dan seperti dijelaskan di atas, komite hanya dapat menggalang dana dalam bentuk sumbangan dan bantuan, bukan pungutan,”ungkap Nirwana, Kamis (09/08/2023).

Nirwana juga menegaskan di sekolah negeri tidak boleh lagi ada pengutan liar alias pungli. Ia mengatakan satuan pendidikan dilarang memungut sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 44 Tahun 2012 tentang larangan melakukan pungutan dan sumbangan biaya pendidikan pada satuan pendidikan dasar atau sering disebut dengan pungli, serta Peraturan Mendikbud No.75 tahun 2016 tentang batas-batas penggalangan dana yang boleh dilakukan Komite Sekolah.

“Terkait persoalan pungli ini, pihak sekolah bisa dijerat dengan Pasal 12 huruf e UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (tipikor). Bahkan, kalau melibatkan ASN tidak hanya dijerat UU Tipikor, tapi juga pasal penyertaan, yakni pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP),” pungkasnya. (***)