MAROSnews.com – Polisi belum lama ini berhasil membongkar praktik perdagangan wanita di Georgia, Eropa Timur. Praktik ini terungkap setelah tiga wanita asal Thailand berhasil melarikan diri dari “Peternakan Manusia” di negara tersebut, dimana mereka ditawan, disuntik hormon secara paksa, dan diambil sel telurnya untuk dijual di pasar gelap.

Sebagaimana dilansir dari Bangkok Post, ketiga wanita itu selamat setelah melarikan diri pada 30 Januari 2025, dan diselamatkan oleh Yayasan Pavena yang menangani kasus terkait wanita dan anak-anak.

Yayasan tersebut kemudian bekerja sama dengan Interpol dan pihak berwenang Thailand untuk membongkar praktik tersebut.

Menurut keterangan mereka para korban diiming-imingi tawaran pekerjaan ‘ibu pengganti’ melalui platform Facebook, dengan upah 400.000 hingga 600.000 baht atau sekira Rp 192 hingga Rp 288 juta untuk mengandung anak bagi pasangan di Georgia yang tidak memiliki anak.

Namun setibanya di sana, mereka dipenjara secara paksa bersama 100 wanita lainnya dan menjalani beberapa prosedur medis tanpa persetujuan.

Konferensi pers yang disiarkan Yayasan Pavena di Facebook menunjukkan para korban mengenakan topeng dan pakaian pelindung untuk menyembunyikan identitas mereka dan menceritakan kekejaman apa saja yang dialaminya selama setengah tahun di sana.

“Mereka membawa kami ke sebuah rumah yang dihuni 60 hingga 70 wanita Thailand. Tidak ada kontrak ibu pengganti atau orang tua. Para wanita disuntik hormon, dibius, dan sel telur mereka diambil dengan mesin setiap bulan,” kata salah satu korban.

Penuturan korban lainnya mengaku mereka disuntik hormon untuk merangsang indung telur mereka kemudian sebulan sekali dibius dan sel telurnya diambil. Diyakini bahwa sel telur tersebut dijual dan diperdagangkan ke negara lain untuk digunakan dalam program hamil fertilisasi in-vitro (IVF).

Hingga saat ini, belum diketahui secara pasti ada berapa banyak korban yang masih dipenjara di peternakan manusia tersebut.

Yayasan Pavena melaporkan bahwa ada lebih kurang 257 perempuan Thailand menjadi korban perdagangan manusia pada 2024. Sebanyak 204 orang di antaranya dibawa ke luar negeri, sementara 53 orang lainnya ditemukan di Thailand. Yayasan tersebut telah membantu menyelamatkan 152 korban.

Permasalahan perdagangan manusia dengan berbagai kejahatannya terus meningkat di berbagai negara. Dilansir dari laman disrupthumantrafficking.com, para pelaku perdagangan manusia mengeksploitasi 25 juta orang setiap tahunnya di seluruh dunia dan menghasilkan rata-rata 150 miliar USD per tahunnya dan terus berkembang.